Kode HTML :
<FONT FACE="georgia" color="White"> Rasakan kenikmatan tiada tara

Minggu, 18 April 2010

Bunga Terakhir (REVISI)

Karya M.Rizal

Gadis yang baru resmi menjadi istriku itu meninggalkan aku sendiri.Ia tidur untuk selamanya di sekumpulan tanah merah mengeragapi kain katun putih yang dipakanya.Aku ingin mengeluarkan air mataku,tapi sudah terlalu banyak yang kucucurkan untuk kekasihku itu.

“Nak kami pulang dulu.”
“Iya aku mau menemani Fatma dulu”.
“Jangan terlalu meratapi”
Begitu cepat pemakaman usai.Fatma sudah tak terlihat.Semua orang telah meninggalkan perkebumian. Aku tetap berdiri membatu dengan sejambak bunga digenggamanku.Aku tidak membayangkan kalau istriku akan meninggalkanku di hari pernikahan kami.

Kumenjongkok di samping nisan istriku, Fatma dengan kondisi balutan luka yang masih hinggap di tubuhku,sambil membelainya.Aku hanya meninggalkan mawar merah di atas rumah baru Fatma.Aku termangu,menatap gundukan tanah pemisah duniaku dengan Fatma,yang kembali mengingatkanku retak kisah tragis yang merenggut Fatma kekesihku.

* * *

Gembira,suka cita masih menemani kami berdua.Pesta pernikahanku dengan Fatma adalah surga yang pertama kudapati.Semua orang bertutur mengucapakan kata selamat pada kami berdua.

Tebaran senyum memenuhi ramainya pesta di saat itu.Dengan kursi bak raja dan ratu yang berjaya. Bunga-bunga menghiasi di sekeliling.Dan kami mengenakan baju bermotif emas serta bersulam sutra.Aku dan Fatma begitu senang didampingi orang tua kami.

Setelah pesta malam itu selesai.Semua tamu undangan beranjak pulang.Aku dan Fatma menyodorkan senyuman terima kasih kepada mereka yang telah hadir.


“Rio ajak itu,istrimu ke kamar,” ucap sahabat kami iseng,sambil memasuki mobil hitam sangat mewah.Aku hanya mengangguk.Fatma dan aku melambaikan tangan kepadanya.Rasa lelah di malam bahagia itu tak kami rasakan sedikit pun.

Di pelataran kami disusul ayah ibu kami.
”Kalian mau anak berapa?” ujar mereka menggoda kami.
Tidak beberapa lama mobil mengkilap,ditaburi bunga kantil menyambutku dan Fatma.
“Mari sayangku,” ajakku sambil menggendong tubuh Fatma memasuki mobil.

“Selamt jalan semoga berasil,” kata ayahku sambil melambai-lambaikan tangan.” ”Ayah,ibu pasti,” teriakku sambil mengeluarakan kepalaku dari kaca mobil.Kukecup pipi Fatma yang merah nan lembut seksi.Dia malu-malu kecil tapi ingin.

“Apa sih Mas ini!”
“Kamu kan istriku”
“Tapi jangan di sini!”
“ Biar ini kan malam kita berdua.”
“ Malu itu, sama sopirnya!”

Perjalanan dengan tujuan sebuh hotel di tengah kota yang indah,kurasa amat lama.Aku bermanaja-manja dengan Fatma menikmati perjalanan.Si sopir hanya terfokus pada jalanan,tanpa memperhatikan kami.

Fatma mulai melepas konde yang memberatkan kepalanya dari tadi siang.Dia membersihkan make up yang menempel di wajahnya, dengan kapas yang agak basah.
”Kamu makin cantik bila dengan rambut panjangmu,” kataku merayu Fatma,hingga ia tersenyum manis padaku.

“ Pak Yono, masih lama? “
“ Kira-kira enam kilo meter lagi Den, kenapa tidak sabar ya, Den,”
“ Huss, kamu ini ada-ada saja!”
“ Maaf, Den bercanda kok,”

Sett….Si sopir pak Yono tiba-tiba mengerem lajunya.Sampai-sampai aku dan Fatma menjadug kursi.
“Ada apa, Pak?”
“Maaf den ada kucing.”
“Ya sudah hati-hati.”
“Iya, Den.”

Fatma seketika merangkulku sangat erat,ia gemetaran dan memejamkan matanya.
“Kamu takut.”
“Iya, Mas aku merinding.”
“Tidak apa-apa cuma kucing lewat.”
“Tapi aku ingin tetap memelukmu.”
“Peluklah sepuasmu.”

Gas ditancap si sopir lagi, kecepatan mobil agak dipercepat entah apa yang di pikiranya.Mungkin dia tak enak dengan aku dan Fatma sebagai pasangan baru, bawaannya mau cepat-cepat.Kami sudah melewati beberapa keramaian.Tibalah kami di kawasan yang cukup sepi.Mobil-mobil yang lalu lalang tidak terlalu banyak,begitu pun kendaraan roda dua.

Laju tetap pada semula.Tiba-tiba lampu depan mobil konsleting.
“Aduh lampunya,” ucap Pak Yono agak gusar membanting setir.
“Kenapa Pak?”
“Lampu Den mati.”
“Hati-hati pak nyetirnya.”
“Ya, Non!”

Si sopir hanya terpancang pada percakapanya dengan kami.Tak sadar ada tikungan kekanan.Mobil terperosok ke pinggir jalan dari belokan tajam,sampai menabrak pohon besar tinggi menjulang.
Bruak…!
Mobil yang menabrak yang begitu keras.
”Akh…akh…!” kami berteriak menutupi wajah kami.Aku terperanjak tak ingat apa-apa karena terbentur kursi depan begitu keras.


“Aku di mana?”
“Kami ditemukan tak sadarkan diri.”
“Fatma diman?”
“Siapa yang kamu maksudkan?”
“Istriku”
“Itu!” kata seorang polisi yang menemukan kami,sambil menunjukkan jasad Fatma yang tergeletak tak berdaya.Pak Yono pun tak terselamtkan,keadaanya sangat mengenaskan.Ubun-ubunya retak dan semua bagian tubuhnya berdarah.

“ Fatma ….bangunlah!” terikku sambil memutus infuse dari hidung dan tanganku.Kudekati jenazah Fatma yang begitu parah,dengan sebuah kaca yang menembus matanya dan beberapa bagian di tubuhnya.Anehnya aku hanya menderita patah tulang dan luka-luka.Fatma kupeluk,kugoyang-goyangkan tubuhnya coba membangunkannya.Aku tak menduga dia pergi secepat ini.

“Maaf kami tak sempat menghubungi keluarga Anda,” ujar seorang Suster memegangi pundakku ingin menenangkan .
”Ya Tuhan mengapa kau siksa aku begini!” teriakku menangisi Fatma sambil mengarahkan wajahku ke atas.Air mataku seketika semuanya tumpah malam itu.Keindahan kasih sayang yang berbaur lenyap tinggal kesendirian.

* * *

Tidak sadar aku melamun sangat lama di depan nisan Fatma.Aku berdiri hendak meninggalkannya.
”Fatma Bahagialah kau di sana,” doaku padanya dengan mengusap air mataku.Aku pergi dengan hati begitu berat kuhanya dapat memberinya sepucuk mawar merah untuk yang terindah dan sebagai tanda cintaku pada seorang kekasih yang begitu kusayangi: Fatma.

Rabu, 17 Maret 2010

Katak Putih (REVISI)


Cerpen M.Rizal.A

Orang tua yang bernama Sogol itu mulai menyandarkan karung goni dipunggungnya.Tujuannya cari katak,karna baginya hewan itu laku di pasaran,serta keeksotisannya sangat tampak.
“Buk bapak pergi, “ teriaknya dan menutup daun pintu.Malam-malam tempatnya orang tidur digunakan Sogol untuk cari katak disawah.
“Gol tunggu !” sahut Parman teman seperjuangan Sogol.
“Sekarang kita cari katak disawah samping Sungai Asin ya.”
“Okelah saya ikut saja.”

Mereka mendatangi kediaman Ruslan, untuk diajak.Rumah yang kecil reot itu coba didekati pintunya.
Tok…tok…tok….”Lan Ruslan ikut kita tidak?” panggil Sogol.
“Ikut kang.” Jawab pria tinggi gempal itu,sembari mengemasi peralatan berburu.

Perjalanan Sogol dan kawan-kawan diteruskan.
“kang kita cari dimana?”
“Cari disawah Sungai Asin sana.”
“Aduh kita harus hati-hati disana ya.”
“Ya akang sudah tahu.”

Mereka tanpa pikir panjang merenangi Sungai Asin setelah melepas baju.
Dinginya air tidak dirasakan mereka.
“Alhamdullilah sudah sampai,” ujar Sogol sambil memaki bajunya.
Parman dan Ruslan juga lekas mengenakan pakaiannya.

“ Kang mari doa dulu “ ajak Ruslan sambil menengadahkan tangannya.
Selepas doa mereka memasuki sawah yang ramai dengan jangkrik dan katak yang saling bernyanyi.

“Hati-hati ya,”ucap Parman agak takut.mereka mulai pemburuan dengan pijaran senter dikening mereka. Pas sampai ditengah sawah Sogol binggung.Ia coba mencari parman dan Ruslan yang hilang entah dimana seperti ditelan kegelapan.

“Parman…Ruslan…!” panggil Sogol sambil celingukan.Di hatinya ia merasa senang karena karungnya sudah penuh, tapi ia juga takut dengan hilangnya Parman dan Ruslan.Kata orang-orang memang benar.Sawah itu agak mencekam.

“Kang …Akang,Man Parman …!” celuk Ruslan di tempat lain.Ia melangkah menyusuri genangan air disawah itu.

“Ya Allah tolong kami …!” mohon Parman yang tengah tersesat sendiri.Dia terus mengeluaran doa-doa sebisanya.Permohonannya manjur,Parman bisa mengeluarkan diri dari cengkraman tempat bahaya itu.Tapi dia binggung bagaimana keadaan teman-temannya.parman

Sogol tetap berlari tanpa tahu arah. “ Mengapa tetapdisini !” kata Sogol heran. Ia tidak dan terus memaksa dirinya untuk keluar dari sawah itu. Dia tidak tahu apabila ia mati keluarganya akan makan apa nanti.

“Mengapa hanya berputar-putar ditempat ini terus?” Tanya Ruslan pada dirinya. Dia memejamkan matanya membaca ayat-ayat Al Quran.Ruslan terpental jauh dari sawah itu.Ia terpuruk tangan kananya patah.Ruslan berlari pulang kerumahnya

Sogol mengerem larinya.Tubuhnya membatu ketakutan dihadapnya tampak seekor katak bercorak putih sebesar gedung patronas di Malaysia.Tolong...tolong...”pekikan Sogol dia membayangkan apabila ditelan katak sebesar itu.Dia pergi menjauh dari makhluk itu.Ia tersandung bayangan hitam begitu tinggi menjulang didepan matanya.Sogol mengegel sampai kencing dicelana.

Dia pinsan tak berdaya ditempat ditengah sawah mengerikan itu.Semua anggota badanya berbalut lumpur. Sogol terbangun merasakan dinginya angin pagi.”Lho aku kokdisini?” ucap Sogol heran dijalan sebrang Sungai Asin.

“ Katakku kok semua hilang ?” tanya Sogol. Ia kapok memasuki daerah terlarang tersebut. Angka tidak genap selalu menyimpan misteri kehidupan.
Sogol dan kawan-kawam tidak memahami kesalahan mereka.mereka pergi hanya bertiga yang merupakan bilangan terlarang menurut orang Jawa.

Jumat, 26 Februari 2010

Gara-Gara Bola ( revisi )


“Kring…kring…!”. Bunyi jam beker kesanyanganku membangunkanku. Kucoba membuka kedua kelopak mataku yang amat berat kurasakan. Kupandangi jam bekerku dengan mata yang agak masih kabur.

“Ha…! Jam tujuh…!” ucapku heran. Kuberanjak meningalkan kamarku untuk lekas mandi. Tanpa sarapan aku berangkat sekolah dengan tergesagesa.

“Pak masak terlambat lima menit aja tidak boleh masuk ?” kataku agak merayu. “ Terlambat ya terlambat!”.Bentak satpam tinggi besar itu .

Dengan langkah sigap aku menerobos celah gerbang yang masih sedikit terbuka.”Wah anak gemblung!” ujar satpam agak marah itu.

Semua sudah menempatkan diri untuk berupacara.Kulempar tasku dimeja.Dengan napas terputus- putus aku masuki barisan terakhir.

Ditengah upacara dan teriknya matahari yang menghantam tubuhku,aku coba menahan mengkokohkan diriku untuk tidak pingsan.Cacing-cacing di perutku seperti mendemoku mati – matian. Keringat dingin menjalar keseluruh tubuhku. sisa – sisa makanan yang bersemayam di perutku, seperti mau keluar saja.

Upacara di pagi ini kurasa begitu lama. Apalagi pidato kepala sekolah yang sok alim itu membuatku neg mendengarnya.

“ Dzo, loe hebat banget, pake kaos kaki, satu hitam, satu putih “ Ejek temanku Raffi. “ Waduh, kacau nih, gue juga nggak nyadar, “ ucapku tersenyum malu.

Hari ini, adalah hari yang sangat membosankan. Semua kesialan berlabuh pada diriku. Bahkan dasipun tak ku bawa, yang merupakan benda sakral yang wajib terpasang.

Aku bernafas lega, semua omong kosong telah berhenti. Semua gundahku melayang pergi. “ Harap anak yang tidak pakai perlengkapan maju kedepan ! “ ujar guru BP berjenggot panjang itu menggunakan pengeras suara.

“ Aduh gawat… ! “ ucapku ketakutan. Aku berlari melangkahkan kaki kencang – kencang melarikan diri ke belakang. Karena begitu takutnya, ku terpeleset jatuh. Celanaku robek sekitar satu jengkal.

Ku teruskan pelarian itu. tiba – tiba aku menabrak Pak Hasan, yang sejak tadi mengawasi dari belakang barisan. “ Eh, mau lari kemana ? “ Tanya Pak Hasan sambil memampirkan tangannya di daun telingaku. Aku dibawa ke depan untuk diadili.

Ku gunakan sisa – sisa tenagaku, yang terkuras habis untuk pelarian tadi. Bahkan hembusan angin hamper tak kuat ku tahan. Dunia ini seakan gelap seketika, mataku terasa ingin menutupkan dirinya. Ku jatuh di teras di depan Kantor Kepala Sekolah tanpa sadar.

Waktu seakan merenggutku begitu lama, aku mencoba membangunkan diriku sekuat – kuatnya. “ Udah bangun loe, loe pingsan lima belas menit, “ ucap gadis PMR itu agak sinis.

“ Makasih ya, “ ujarku. Ku menapakkan kakiku selangkah demi selangkah meninggalkan ruangan bak neraka itu. ku berjalan ke sebuah tempat yang menyadiakan berbagai macam pengganjal perut.

Saat ku pergi dia tersenyum kecil padaku. Entah apa yang menyebabkan ia senyum yang agak disembunyikan itu. seketika itu aku malu pada diriku. Aku sadar ternyata dia memperhatikan celanaku. Sebagai laki – laki, aku merasa terhina terhina oleh senyuman gadis itu. Marah, malu bercampur di benakku.

“ Cantik – cantik brengsek loe, “ ucapku kesal sembari berjalan. Di kantin, ku cium aroma hidangan yang begitu merasuk. “ Aduh lega…, haik…!!! “ ku bersendawa selepas mengisi bagasi perutku. “ Wah, gawat nih, uang sakuku mana, jangan – jangan ketinggalan ! “ ujarku kebingungan.

Tidak mengikuti pelajaran, malah aku kucing – kucingan sama Kardi tua itu si pemilik kantin. Aku berhasil lepas. Semua penat ku lepas di bawah rindangnya pohon mangga di taman sekolah.

Aku merenung sesaat, semua pada hari ini berawal dari keteledoranku, menonton begitu larut malam pertandingan Chelsea VS Liverpool.